Saturday, August 11, 2007

M. YUNUS VS SBY



Pernah pada suatu test untuk sebuah Fellowship aku disuguhi pertanyaan : “berita apa yang sangat saya percayai selama satu tahun terakhir?” jawab saya adalah pemberian anugerah Nobel Perdamaian 2006 untuk M. Yunus dari Bangladesh. Bukan hanya karena saya kaget saat pengumuman LIVE bahwa dia pemenangnya, padahal sebelumnya mendengar namanya saja belum pernah (wah padahal sebelumnya juga sudah terkenal ya….) tapi setidaknya memang fokusku bukan ke dia, tentu saja ke salah satu kandidat yang jauh lebih terkenal khususnya untuk masyarakat kita, dialah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (selanjutnya SBY, red.)

Saat itu, kewajiban bahwa jika SBY menjadi pemenang maka tempatku bekerja akan BREAKING NEWS, sehingga sejak subuh kami sudah berangkat ke Kudus, tempat Presiden SBY akan Shalat Tarawih bersama masyarakat… tempat yang sepanjang jalan aku terus cemas antara kuat dan tidak berpuasa di terik matahari Kudus, hingga LIVE langsung ke CNN dengan bahasa asing ( kalo ada subtitusi reporter, aku mending pilih opsi itu sepertinya...)

Saat itu tokoh satu ini masih teramat asing bagiku. Baru ketika berbagai media cetak dan elektronik ramai-ramai memberikan pujian atas prestasinya, aku juga mulai tergelitik untuk intens menyimaknya. Ternyata karya nyatanya memang sungguh luar biasa sehingga amat wajar jika ia menjadi kuda hitam sebagai pemenang Nobel Perdamaian. Dan saat itu, akupun berfikir semoga suatu ketika aku bisa bertemu dengannya…

Hari ini, 11 Agustus 2007 kiranya mimpiku itu di wujudkan oleh yang kuasa, amin… saat mendengar ia tengah di Istana Negara, aku hanya menitip pesan kepada seorang kawan yang bertugas di Istana “ Sampaikan salamku kepada M. Yunus, aku ingin sekali mengikuti jejaknya…” dan ternyata Professor Yunus juga akan singgah ke Yogyakarta. Dan walau sempat terhalang berbagai hambatan, karena aku juga harus mengkoordinir Crew Biro Jogja, akhirnya sempat pula aku singgah ke UGM. Untuk melihat salah satu tokoh yang menginspirasi, serta mendengar ceramahnya dalam mengentaskan kemiskinan masyarakat…

Walau sudah berulang kali aku mendengar konsepnya tentang pemberian kredit lunak tanpa agunan melalaui Gramen (Pedesaan) Bank yang didirikannya, namun mendengar penjelasan darinya secara langsung tentu membuatku semakin terkesima. Tanpa agunan, tanpa perjanjian tertulis, dan hanya berdasarkan rasa saling percaya….ah rasanya sesuatu yang mustahil dilakukan. Namun kenyataanya itulah yang berhasil dilakukan, dengan membantu para wanita yang terjepit hutang rentenir, Ia bisa menolong masyarakat di Bangladesh untuk hidup jauh lebih baik…7 juta lebih penduduk miskin di Bangladesh….

Menurut Komite Nobel Perdamaian Oslo, perdamaian tidak dapat dicapai dalam masyarakat berpenduduk besar jika kemiskinan tidak diperangi…(termasuk juga teroris tentunya…)

Dan saat kesempatan mewawancarainya tiba, salah satu jawaban yang paling membekas adalah saat ia menjawab : “ tentang penegakan Supremasi Hukum, di Bangladesh jauh lebih buruk didandingkan Indonesia, namun janganlah itu menjadi alasan, lakukan apa saja yang memang benar karena hukum yang korup hanya dilakukan oleh beberapa oknum saja, orang baik jauh lebih banyak. Kerjakan mulai dari dirikita sendiri, apa yang berguna bagi orang lain, membantu orang lain…”

Ah…melihat sekeliling rasanya kemiskinan di Indonesia masih terasa ada dimana-mana. Dan aku jadi ingat beberapa hari lalu saat sebuah Harian Nasional memberi judul pada headlinenya dengan penuh nuansa satire: “Membahas kemiskinan dengan Jas” untuk menyindir betapa gagahnya pak SBY dengan Jas hitamnya… sementara Yunus hanya dengan pakaian biru kotak-kotak kecil selutut yang selalu diberi tambahan rompi khasnya, termasuk saat di Yogyakartya… untungnya semua yang ada di gedung Balai Senat UGM (dalam pengamatanku) memakai Batik semua… kalo ber-Jas juga mungkin hanya kalimat “oh mungkin di jogja lagi musim dingin…” bakal terucap.

(malam, Lagi jadi PJS)

Monday, August 6, 2007

TESTIMONI HARI ANAK.

Hari anak biasanya di peringati dengan penuh suka cita oleh anak-anak bersama orangtuanya. Namun kenyataanya tak semua anak mendapatkan anugerah seindah itu, karena sebagian dari mereka terpaksa harus menerima keadaan menjadi anak-anak yang harus terdampar pada sebuah keadaan yang pasti semua orang tak ingin mengalaminya.

Saat balita lain seusianya bermain dengan canda tawa penuh limpahan kasih sayang bersama orang tuanya, meraka harus menjalani hari harinya di Panti Asuhan Tuna Ganda Yayasan Sayap Ibu Purwomartani, Sleman, Yogyakarta.

Kondisi mereka sebagai tuna ganda yang memiliki keterbelakangan mental maupun fisik yang tak normal membuat mereka tak bisa bergerak bebas.

Bapak Sunaryo, pengasuh panti asuhan Tuna Ganda Yayasan Sayap Ibu menyatakan : “mereka adalah anak-anak yang dulu lahir tidak diinginkan, dan telah berusaha di aborsi. Dan karena lahir cacat mereka akhirnya di buang”. Oh…

Nanda, balita 3 tahun setengah ini, selain tidak bisa melihat ia juga mengalami kelumpuhan sehingga nyaris tak bisa bergerak.

Ia di kualifikasikan dalam anak-anak yang hanya mampu dirawat. Itu bisa berarti bahwa sepanjang hidupnya kelak, ia akan sangat bergantung kepada orang lain.

Di panti asuhan Tuna Ganda Yayasan Sayap Ibu ini terdapat 24 anak-anak dan dewasa yang mengalami tuna ganda.

Tak ada kasih sayang dari orang tua, sehingga hanya kasih tulus dari para pengasuhlah yang masih menjadi seberkas cahaya bagi mereka.

Ironis memang, Ia ada ke dunia tapi yang memilukan mereka tak pernah mengenal siapa orang yang telah melahirkannya ke dunia ini?


(23 Juli 2007)

Thursday, August 2, 2007

SEBUAH MALAM DENGAN DUA CERITA…

Obrolan terasa seru karena para manusia seperempat baya itu telah lama tidak bersua…ada yang tersanjung karena berkali-kali pujian dialamatkan kepadanya. Ada juga yang terasa tak ikhlas melempar pujian ke pihak lainnya, walau tetap dengan sangat terpaksa akhirnya di sampaikan juga (pujian yang lebih terasa hinaan…) ada juga yang seperti sering kawanku bilang “…ah…merendah untuk meninggikan derajat….” ada yang cukup jujur bercerita tentangnya, dan ada pula jiwa-jiwa resah….

Semua menjadi sebuah rangkuman percakapan panjang, atau tepatnya presentasi dalam sebuah temu kangen…. Seolah cita ideal setelah bertahun berkubang dalam perjuangan telah terlalui, berganti menjadi “runway” untuk segera lepas landas….untuk kemudian terbang keangkasa…

Sepertinya, setelah terbang ke udara mereka akan semakin tinggi dan meninggi… Yang menjadi sebuah pemikiran bukan masa-masa seperti “temu kangen” ini yang kemungkinan akan menjadi semakin susah… tapi sebuah rasa optimis yang sedemian nyata terkadang seperti melihat cucuran hujan yang memang pasti turun pada bulan November…semua seperti semakin dan akan menjadi nyata….

Semuanya seolah seperti memanjat setapak demi setapak lapisan batu di Borobudur, yang walau dilalui dengan lelah dan cucuran keringat tapi pasti bisa sampai ke puncak. Yang walau kita mulai dari Kamadatu, melalui Rupadatu dan sepetinya begitu cepatnya melesat ke Arupadatu… Tatakan itu sungguh jelas sehingga menjadi semangat yang terus melecut jiwa muda mereka….

Satu sosok tersenyum bangga untuk semua … dan kemudian berganti kecemasan manakala teringat satu lagi manusia seperempat baya tak jua hadir di tengah mereka…

Di tempat lain, sosok itu masih dalam gundah atas dirinya, ia masih terselingkup dalam tabir yang semakin mengungkungya, katanya: “dalam ketakberdayaan…”

Ternyata tak sejelas undakan demi undakan yang ada di borobudur… (sehingga masih mungkin di gapai…) ada beberapa situasi yang justru sangat abstrak…yang membuat pilihan menjadi sulit, dan membuat jalan bahkan nyaris tak tampak, terutama mana kala rumput tetangga terlihat lebih hijau dan pada saat yang hampir bersamaan ada sosok renta berdiri di pagar rumah sembari menadahkan tanganya….


(kisah yang masih menyeruak dalam fikir…)