Friday, April 6, 2007

Sharing the Strength with Love…(Metro TV)

The four fingered pianist

Alunan suara piano itu mengalir sangat merdu, dinamis dan terasa menghanyutkan Sesaat kemudian kamera change focus ke jari-jari yang tengah memainkan tuts piano. Dahiku mengernyit seraya mencondongkan leher agar lebih mendekat ke TV…
Mendengar permainan pianonya, itu adalah sebuah keajaiban rasanya…gadis kecil itu hanya memiliki empat jari. Dua jari di tangan kanan dan dua lainya di tangan kiri sangat licah dan cekatan saat memainkan tuts piano hingga menghasilkan nada-nada indah... dia adalah He ah lee…

Beberapa waktu lalu sebenarnya berbagai media massa baik cetak maupun televisi telah mengupas sosok He..namun menyaksikan kepiawaiannya memainkan piano secara “langsung” (dari televisi, pen.) membuatrasa kagum terhadap sosok ini semakin tinggi. Terasa semakin dekat dengan sosok ini dan seolah benar-benar berada di lokasi konser. Ikut bertepuk tangan saat ia memainkan nomor-nomor indah dari berbagai komponis dunia, bahkan legenda… Keindahan karyanya dan yang terbalut dengan berbagai kekurangannya bahkan membuat sejumlah penonton tak kuasa membendung linangan air matanya… Bahkan seorang yang memiliki jari jemari lengkappun masih susah memainkan piano klasik seperti itu…” ungkap seorang penonton. Tapi kenyataannya He bisa!

Sosok Ibu…

Cerita kepiawaian dan keistimewaan He bukanlah sihir bak “Harry Potter”. He adalah cerita panjang dari sebuah perjuangan akan sebuah kekurangan. Karena selain terlahir hanya memiliki empat jari, He juga memiliki cacat pada bagian kakinya yang sangat pendek. Belum itu saja ia juga mengalami masalah mental. Namun disinilah sosok yang menurut saya sangat menentukan : sorang Ibu. Woo Kab Sun ibu He, awalnya mengaku mengajarkan piano kepada He agar jari-jarinya terlatih menjadi kuat… usahanyapun tidak sebentar, butuh waktu, kerja keras dan kesabaran sampai kemudian berbuah manis. Ibunya pun harus menjadi guru sekaligus sahabat manakala kejenuhan melanda He…

Mengutip dua pendapat dari Agum Gumelar dan Soraya Haque yang esensinya sama : “keteguhan Ibu He untuk memberikan pendidikan mengantarkannya ke dunia nyata…sisi perjuangan inilah yang harus diteladani ...”

Rasanya semakin haru kalau menyaksikan berbagai footage dari masa kecil Ah.. dari bermain-main di ayunan yang bersalju putih… bermain piano sampai penampilannya dan sikapnya yang selalu innocent dengan senyumannya yang selalu manis… dan tentu saja antusiasme dari pnonton yang kata Addie MS tiketnya sold out sejak beberapa minggu sebelum malam pertunjukkan…

Ini bukan pertunjukan artis cantik nan sexy… atau hiruk pikuk Boys Band… He adalah pertunjukkan seorang musisi yang dapat memainkan alat musik dengan baik dan indah, walau terbalut dengan berbagai keterbatasan dan kekurangan…
Ternyata ia pun sanggup menghipnotis penonton untuk terhibur sekaligus bersedih…
Nada-nada itu begitu indah di telinga dan merasuk dalam jiwa…sementara disisi lain kehadirannya juga membuat hati ini teriris sedih, mengapa ditengah nyaris kelengkapan fisik yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita, kepada ku terutama….masih sering tidak mensyukuri…bahkan mengingkari……
Malam ini aku dibuat malu oleh mu..He…tapi terimakasih… :)

Penampilan di Indonesia dari Pianist istimewa ini nyaris sempurna. Dan kalau ada yang kurang….itu adalah aku yang hanya menyaksikan pertunjukan sejak pukul 20.30 WIB yang berarti telat setengah jam.. sayang aku telat pulang ke kost, sayang aku harus ngantri dulu buat beli cap cai … Ah…harus cari jadwal re run-nya…

(JOGJA_060407)

SADAR MEDIA....

Perayaan Grebeg Maulud (kelahiran Nabi Muhammad SAW) tahun 2007 sebagai puncak dari sekatenan telah berlangsung. Ramai, meriah, dan mengharukan seperti tahun-tahun sebelunya. Ribuan masyarakat dari berbagai wilayah Yogyakarta dan sekitarnya tumpah ruah di alun-alun utara Yogyakarta dan halaman Masjid Kauman Yogyakarta. Mereka berebutan mendapatkan aneka makanan dan hasil bumi yang berada di gunungan –gunungan sekaten. Warga tua – muda, miskin – kaya, bahkan dari yang sehat sampai yang cacat berbaur dalam kerumunan sukuran Keraton bagi rakyatnya ini. Mereka mengharap suatu keberkahan. Mereka ingin setahun mendatang hasil panennya melimpah, di beri kesehatan, kesejahteraan, hubungan keluarga yang harmonis dan sejumlah asa lainnya…

Sayangnya perayaan Sekaten tahun ini diwarnai sebuah insiden yang patut di sayangkan. Iring-iringan kirab prajurit keraton beserta gunungan sekaten yang seharusnya menjadi momen yang sangat prestisius sejenak berubah dan ternoda, manakala aparat dengan provokativ dan represif justru menghalangi kerja para wartawan televisi untuk megambil gambar…

Berikut kutipan naskah dari berita di Metro TV :

(PKG)

(LEAD IN)

SEBAGAI EVENT RELIGIUS DAN BUDAYA/ GERBEG MAULID DI JOGJAKARTA MENYITA BANYAK PERHATIAN ORANG// RIBUAN ORANG HADIR DALAM PERISTIWA INI// NAMUN SAYANG PENGAMANAN TIDAK DIKELOLA SECARA MAKSIMAL//

ROLL PKG

Grebek maulud sebagai penutup rangkaian perayaan sekaten di jogjakarta adalah peristiwa rutin yang diadakan setiap tahun// Sebagai even religius dan budaya/ Grebeg menyita perhatian banyak pihak// mulai dari turis, mahasiswa, wartawan, terutama masyarakat umum yang meyakini adanya berkah/ dalam gunungan grebeg yang akan diperebutkan// Maka wajar bila ribuan orang berkumpul di kraton dan mesjid Gede Jogjakarta/ untuk melihat dari dekat peristiwa ini//

Sayangnya aset penting budaya ini/ terkesan tidak terkelola dengan baik/ terutama aspek pengamanan// padahal dari tahun ke tahun/ tempat tidak berubah/ dan jumlah massa yang hadirpun/ kurang lebih sama// Ketegangan antara aparat keamanan dengan wartawan yang akan meliput acara ini/ hampir setiap tahun berulang// bahkan tahun ini/ aksi saling dorong kedua belah pihak juga terjadi//

(Roll……)

Bila dikelola dengan baik/ kejadian seperti ini tidak perlu terjadi// bahkan seorang komandan lapangan tidak perlu berteriak-teriak menyuruh massa itu tertib// sebab dalam kondisi seperti ini/ teriakan itu tidak akan banyak berpengaruh pada perilaku massa// teriakan seperti itu lebih efektif untuk anak buah sendiri//

Demikian pula seorang satpol pp berusia senja ini tak perlu main pukul// sebab cara itu/ tidak semua kalangan dapat menerima// apalagi bagi masyarakat jogja yang sarat dengan nilai budaya/ agar peristiwa budaya ini/ tidak tercoreng dengan perilaku yang tidak berbudaya//

Ada dua kepentingan yang berbeda antara aparat kemanan dan wartawan yang meliput acara itu// aparat ingin peristiwa itu lancar tertib dan tidak ada gangguan apapun selama acara berlangsung// sementara wartawan ingin memiliki akses yang luas/ untuk mengabadikan perisitiwa ini// tinggal bagaimana mengkomunikasi dan mengelola perbedaan itu/ sehingga tidak hanya ketegangan dpt dihindari/ tetapi juga keberhasilan bersama dapat diraih//

(dari jogjakarta/ tim liputan metro tv)

(end))

Kejadian ini merupakan bentuk sikap yang tidak sadar media!! Bukankah para juru kamera itu bertugas untuk mengambil gambar? Dan gambar itulah yang kemudian akan di saksikan pasang mata masyarakat indonesia. Dari Sabang samoai Merauke…dengan esensi : Sebuah gelaran Agung telah berlangsung di kota kita tercinta : Yogyakarta. Grebeg Maulud….!! Dan yang harus di pahami adalah bahwa dalam mengambil gambar memang membutuhkan waktu..untuk mengatur komposisi, menentukan angle dan lain-lain…satu yang pasti para kameramen (Juru kamera Pen.) pasti tidak akan mengacaukan kirab….

Insiden itu memang tidak berkepanjangan. Namun rasa salut pantas di sampaikan kepada para Wartawan Yogyakarta. Usai insiden itu artawan Yogyakarta langsung menyampaikan protes keras dan keberatannya atas segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap pers!! Dan puncaknya tanggal 3 April Wartawan Yogyakarta menggelar aksi Protest di Kantor Balaikota Yogyakarta, meinta pertanggungjawaban Walikota ddan Satpol PP juga pihak kepolisian….

Salut untuk solidaritas dan kekompakan kita…..

Semoga kejadian serupa tidak pernah terulang dan semua kalangan menjadi lebih sadar media…

(TOMY_jogja)

(ristantomy@yahoo.com)